Senin, 03 Desember 2012

Dick Hoyt and Rick Hoyt



Kasih sayang seorang ayah pada anaknya


Ada sebuah kisah, tentang kasih sayang seorang papa, yang begitu besar  terhadap anak laki-lakinya yang menderita kelainan di otaknya sejak dilahirkan. Terkadang masalah merupakan jalan untuk menunjukkan kemampuan kita yang sebenarnya. Sebuah penderitaan merupakan jalan untuk menunjukkan kasih yang sesungguhnya. Ungkapan ini semakin lama semakin bisa dipahami. Terlebih ketika kita membaca dan melihat kisah keluarga dari Boston, Amerika Serikat ini.

Pasti setiap orang akan mengeluh karena masalah-masalah yang mereka hadapi. Banyak yang tampil sebagai pribadi yang keras dan menjadi pemarah karena pergumulan yang besar. Orang kerap tergoda untuk lebih mudah marah dan gampang membenci saat banyak masalah datang. Namun kisah kasih seorang papa ini kiranya dapat membuka mata dan hati sahabats, bahwa penderitaan, permasalahan dan pergumulan merupakan jalan untuk menunjukkan kasih yang sesungguhnya.

Kisah ini menceritakan tentang seorang ayah yang begitu mengasihi anaknya dalam penderitaan yang dialami keluarga ini. Mungkin sahabats pernah mendengar kisah kasih tokoh yang sangat terkenal ini, atau sudah pernah melihat video-videonya, mungkin juga ada sahabats yang belum pernah mendengar, semoga apa yang saya tulis kembali disini ini dapat berguna sebagai sebuah pelajaran hidup untuk kita semua. Karena saya pun tidak pernah bosan untuk membaca dan melihat kembali kisah kasih seorang papa ini. Melalui kisah kasih inilah saya dipulihkan.

Semua ini dimulai saat anak laki-laki mereka lahir karena cacat bawaan. Cacat ini bukan pada fisik luarnya, tetapi pada bagian dalam tubuhnya yaitu otaknya. Otaknya tidak memperoleh suplai oksigen dengan baik dan tentu saja, ini sangat berpengaruh buruk terhadap anak mereka. Jadi, anak laki-laki mereka tidak akan bisa hidup normal. Nama anak itu Rick Hoyt.

Mereka tidak menyerah sama sekali. Walaupun mengetahui anaknya tidak akan bisa berjalan, bicara dan hidup normal, mereka mencari jalan agar anaknya untuk tetap bisa belajar, bisa bertumbuh, walaupun memiliki banyak kekurangan. Saat Rick berusia 10 tahun, orangtuanya membeli sebuah computer yang bisa sangat membantu Rick untuk belajar. Tahun 1972, teknologi belum sangat maju seperti sekarang. Namun, kehadiran komputer ini sangat menolong Rick. Pelan-pelan Rick diajari mengeja huruf demi huruf. Kata pertama yang membahagiakan orangtua Rick adalah ketika dia menggerakkan mouse computer untuk mengeja kata sapaan, “hi Mom” dan “hi Dad”.


Rick mulai dikenalkan dengan banyak aktivitas anak-anak lainnya, walaupun ia harus duduk di kursi roda. Rick diajar berenang, bermain hoki, dan lain-lain. Tahun 1975, ketika Rick berusia 13 tahun, Rick di masukkan ke sekolah normal. Rick mampu belajar dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik dengan bantuan berbagai alat. Tidak sampai di situ, Rick menyandang gelar sarjana dalam bidang Pendidikan Khusus tahun 1993.

Seperti anak-anak dan pemuda pada umumnya, Rick juga menyukai olahraga. Rick mengikuti berita-berita olahraga bahkan sangat ingin mengikuti acara-acara olahraga tersebut. Saat inilah kebesaran kasih sang papa sungguh diuji. Saat musim semi tahun 1977, Rick meminta kepada papanya untuk ikut dalam lomba lari 5 mil yang ada di kotanya. Papanya menyanggupinya. Tentu saja, Rick tidak mampu berlari sendiri. Papanya membuatkan kursi roda khusus untuk Rick agar dia bisa didorong sambil berlari. Dick, ayahnyalah yang berlari sambil mendorong kursi roda yang diduduki oleh Rick.

Setelah mengikuti lomba lari itu, Rick begitu keranjingan untuk mengikuti lagi perlombaan yang lain. Dick selalu menyanggupi permintaan Rick. Dick tidak pernah menolak keinginan Rick. Suatu malam, Rick berkata pada papanya melalui komputernya, “Papa, ketika aku ikut berlari, aku merasa bahwa aku bukan orang cacat.” Tentu saja ini sangat mengharukan dan membahagiakan bagi seorang Rick, papanya.



Sudah banyak jenis-jenis perlombaan telah mereka berdua ikuti. Puncaknya ketika mereka terlibat dalam lomba iron-man triathlon. Lomba yang terdiri dari lari, bersepeda dan berenang di laut. Hal ini terjadi pada tahun 1992. Sekali lagi, Dick menyanggupi dan memenuhi permintaan Rick tanpa mengeluh akan permintaan anaknya tersebut. Saat itu Rick berumur 30 tahun dan Dick sudah berumur 52 tahun. Namun, setelah itu mereka masih mengikuti beberapa perlombaan yang lainnya lagi. Dick dan Rick menjadi sebuah team yang sangat solid. Rick terus memberikan semangat pada Dick, papanya dengan merentangan tangan dan menunjukkan raut muka yang sangat gembira. Mereka menjadi satu. Dick tidak mau berlomba tanpa Rick, dan Rick tidak dapat mengikuti perlombaan tanpa Rick. Dick adalah tubuh dan Rick adalah hati yang membakar semangat untuk terus berlari.

Mereka berencana untuk mengikuti lomba lari marathon di Boston, yang menjadi lomba favoritenya Rick pada tahun 2011 silam. Waktu itu, usia Dick sudah 70 tahun. Namun yang pasti, papa yang perkasa ini telah menunjukkan cinta yang sangat besar pada anaknya. Ia tidak pernah mengeluh karena penderitaan anaknya. Namun semua itu merupakan jalan baginya untuk menunjukkan kasihnya.

Saat Rick diwawancarai dengan pertanyaan, ‘jika dapat memberi sesuatu pada ayahmu, apakah yang ingin kamu berikan?’ Rick menjawab, ‘kalau mungkin, suatu saat papa duduk di kursi ini dan aku yang mendorongnya.-eraema story

0 komentar:

Posting Komentar